Cerita Yang Meliputi Semua Wacana Lintang Empat Lawang
Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang - Selamat siang sahabat BLOGGER JEMO LINTANK. Selama ini mungkin anda bertanya-tanya apa sih itu lintang ? Lintang yakni kawasan tempat saya belajar, tepatnya di palembang ( sumatera selatan ) dahulu lintang termasuk ke dalam kabupaten Lahat dan Sekarang sudah Menjadi Kabupaten Lintang Empat Lawang, Semboyan jemo lintang SALING KERUANI SALING KERAWATI yang artinya dalam bahasa indonesia Saling kenal dan saling sayang menyayangi.
Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang |
Mau tahu Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang ? yuk dibaca :
Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang - Legenda Puyang Kemiri, Asal Mula Empat Lawang Menurut Dongeng
Dalam kisah-kisah Puyang, selain memuat asal usul, juga memuat pesan-pesan dasar yang menjadi aturan moral yang amat dipatuhi oleh masyarakat. Inilah yang disebut dengan pesan puyang. Satu diantara kisah puyang di wilayah Batanghari Sembilan yakni Puyang Kemiri yang diakui sebagai puyang (nenek moyang) orang-orang di dusun (sekarang desa) Kunduran, sebagian dari masyarakat dusun Simpang Perigi, dan sebagian masyarakat yang tersebar di dusun-dusun sekitar kecamatan Ulu Musi, Kabupaten Empat Lawang, kawasan perbatasan antara provinsi Sumatera Selatan dan provinsi Bengkulu. Dahulu kawasan ini merupakan pecahan dari wilayah marga Tedajin. Berikut ini ringkasan dongeng Puyang Kemiri.
Konon di masa final kejayaan kerajaan Majapahit, Rio Tabuan, seorang biku yang yang berasal dari negeri Biku Sembilan Pulau Jawa menelusuri sungai Rotan atau sungai Musi dengan membawa kerbau dan ayam berugo (ayam hutan). Ketika tiba di Kuto Kegelang, kedua binatang yang dibawanya berbunyi, maka di tempat inilah dia menetap. Kuto Kegelang berada beberapa kilo meter di hulu Dusun Kunduran.
Di Kuto Kegelang, dia mendapat tujuh orang anak yang bernama
- (1) Imam Rajo Besak,
- (2) Imam Rajo Kedum,
- (3) Seampai-ampai,
- (4) Maudaro,
- (5) Siap Melayang,
- (6) Robiah Sanggul Begelung
Setelah mendapat tujuh orang anak, Puyang Rio Tabuan tidak lagi merasa kesepian. Anak-anak ini dimintanya dari Mastarijan Tali Nyawo, seorang penduduk yang tinggal di Surgo Batu Kembang. Bertahun-tahun kemudian, Robiah Sanggul Gelung yang anggun dilarikan oleh Seniang Nago ketika mandi di tepian Sungai Musi. Robiah duduk di atas sebatang kayu yang rupanya samaran Seniang Nago dan kemudian pelan-pelan bergerak menjauh dan melarikannya ke Selabung.
- (7) Serunting Sakti.
Lalu Robiah disusul oleh Kerbau Putih, (seekor kerbau peliharaan Puyang Kemiri, atau penafsiran lain yakni seorang yang berjuluk Kerbau Putih karena kesaktiannya) untuk mencari Robiah, atas suruhan saudara-saudaranya.
Kerbau putih memulai pencariannya dengan menyelam di sana dan muncul di tepian coko (tepian mandi di seberang dusun Kunduran). Di tempat ini masih sanggup dilihat bekas telapak kaki (tinjak) kerbau putih. Lalu dia menyelam lagi, muncul kedua kalinya di dusun Tapa dan kemudian menyelam lagi hingga ketiga kalinya di Selabung.
Pencarian Kerbau Putih ini berhasil menemukan Robiah tetapi tak berhasil membawakanya kembali ke Kuto Kegelang. Robiah sudah menikah dengan Seniang Nago. Lalu Kerbau putih segera pulang ke Kuto Kegelang. Sebagai tanda bukti bahwa dia sudah bertemu dengan Robiah, Kerbau Putih dibekali dengan seikat ilalang, seruas bambu, air garam, sebuah kemang, seekor kemuai (keong putih) serta pesan Puteri Robiah yang ditulisnya di tanduk Kerbau Putih.
Dalam perjalanan pulang, Kerbau Putih dihadang oleh kerbau Tanduk Emas dan kemudian dua kerbau ini berkelahi. Kerbau Putih kelelahan dan mati di dusun Tapa. Perbekalan yang dibawa olehnya berupa ilalang tertumpah dan tumbuh di kawasan ini sehingga menjadi hamparan padang ilalang yang ketika ini dikenal dengan nama Padang Pancuran Emas. Buah Kemang pun tumbuh dan bambu juga ikut tumbuh di atas badan Kerbau Putih. sedangkan Kemuai diantarkan oleh Puyang Dusun Tapa ke Kuto Kegelang dan sekaligus memberikan pesan perihal Robiah yang tertoreh di tanduk Kerbau Putih.
Berselang beberapa bulan kemudian, Robiah yang sudah mempunyai seorang anak berniat pulang (begulang) ke Kuto Kegelang. Mendengar kabar Robiah akan begulang, semua saudara-saudaranya amat bahagia, dan segera bermusyawarah untuk mengadakan sedekahan (kenduri). Tetapi lain halnya dengan Serunting, di dalam hatinya masih menyimpan rasa sakit karena perlakuan Seniang Nago yang melarikan Robiah. Karena itu, ketika dia disuruh mencari ikan, dengan setengah hati dia pergi, dan gres kembali setelah kenduri usai.
Ketika kembali Serunting hanya membawa seruas bambu, menyerupai yang di bawanya semula. Tetapi ternyata, seruas bambu itu berisi ikan yang tidak habis-habisnya, semua bakul, keranjang bahkan kolam tidak sanggup menampung ikan yang ditumpahkan dari seruas bambu tersebut. Imam Rajo Besak yang sedari mula sudah kesal dengan Serunting bertambah marah. Lalu Imam Rajo Besak melemparkan seruas bambu dengan sangat keras hingga melewati Bukit Lesung dan jatuh di sungai Pelupuh.
Serunting sakti jadi tersinggung dengan perilaku kakak tertuanya ini kemudian pergi dari rumah. Tinggallah Imam Rajo Besak dan ke empat saudaranya. Mereka hidup hening dalam beberapa tahun. Lalu mereka diserang oleh segerombolan orang. Rumah mereka dibakar habis. Tetapi kelima puyang ini dengan kesaktiannya, tiba-tiba menghilang (silam) dari pandangan orang-orang.
Dalam sebuah rumah yang mereda dari kobaran api, tampaklah seorang anak yang duduk di tengah puing-puing rumah. Konon, anak itu bukan hangus tetapi malah menggigil karena kedinginan. Anak yang berjulukan Sesimbangan Dewo ini kemudian dipelihara oleh Puyang Talang Pito (daerah Rejang). Sesimbangan Dewo, artinya pengimbang puyang yang silam. Beberapa tahun dia dirawat oleh Puyang Talang Pito. Lalu dia mengembara selama sepuluh tahun ke negeri lain. Kemudian dia pulang ke sekitar dusun Kunduran, menetap di Muara Belimbing. Makamnya pun berada di Muara Belimbing.
Setelah beberapa tahun kemudian, Imam Rajo Besak bermetamorfosis kembali. Dia bertemu dengan Rajo Kedum dari Muaro Kalangan, Raden Alit dari Tanjung Raye, dan Puyang dari Muara Danau. Keempat orang ini kemudian dikenal dengan nama empat lawangan (empat pendekar) yang kemudian menjadi cikal bakal kata Empat lawang. Keempat sahabat kemudian menyerang kerajaan Tuban yang dipimpin oleh seorang ratu.
Dalam penyerangan yang dipimpin Imam Rajo besak sebagai panglima mereka mendapat kemenangan. Mereka berhasil memasuki istana dan mengambil beberapa benda yang berharga termasuk sebilah keris pusaka Ratu Tuban yang diambil sendiri oleh Rio Tabuan dengan ujung kujur (tombak) pusakanya, karena ketiga temannya tidak mampu. Kedua pusaka ini, hingga ketika ini masih tersimpan di jurai tuo (keturunan yang mempunyai garis lurus dengan puyang Imam Rajo Besak) yang tinggal di dusun Kunduran.
Puyang Kemiri menawarkan sumpah kepada keturunannya yang jikalau tidak dipatuhi akan mendapat keparat (kualat). Inilah 3 sumpah Puyang Kemiri :(1) beduo ati dalam dusun nedo selamat (berdua hati di dalam dusun tidak selamat), (2) masukkan risau dalam dusun nedo selamat (memasukkan pencuri di dalam dusun tidak selamat),(3) iri dengki di dalam dusun nedo selamat (iri dengki di dalam dusun tidak selamat).Selain itu, puyang Kemiri pun memesankan tujuh larangan lagi, yakni:
- 1. nyapakan kaparan ke ayik (membuang sampah ke sungai),
- 2. mandi pakai baju dan celano (mandi menggunakan baju dan celana; biasanya orang di dusun kalau mandi menggunakan telasan (kain epilog badan yang digunakan khusus untuk mandi),
- 3. buang air besar/kecil di atas pohon,
- 4. ngambik puntung tegantung (mengambil kayu bakar yang tergantung di pohon),
- 5. ngambik putung anyot (mengambil kayu bakar yang hanyut di sungai,
- 6. mekik-mekik di ayik dan di hutan (berteriak di hutan atau di sungai),
- 7. nganyotkan kukak gebung (menghanyutkan kulit rebung di sungai).
Analisis pesanJika mencermati ketiga sumpah puyang, pertama, biar seseorang tidak boleh bersikap mendua hati, artinya seseorang harus setia pada janji awal. Tidak boleh memasukkan pencuri atau berkhianat, apalagi menjadi pencuri betulan. Artinya kejujuran merupakan hal yang paling utama dalam meningkatkan kepribadian seorang manusia. Selanjutnya, anak cucu Puyang Kemiri harus higienis hati dari iri dan dengki. Ketiga, norma dasar ini merupakan perilaku dasar yang harus dimiliki oleh orang yang baik.
Pada pecahan kedua, poin satu, dan poin lima, umpamanya, pesan ini berspektif lingkungan. Bagaimana puyang-puyang dahulu telah memikirkan cara menjaga sungai dan melindungi hutan. Sungai dan hutan yang di dalamnya bergantung kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang lainnya, merupakan satu mata rantai yang saling membutuhkan. Karenanya, mata rantai ini harus dijaga dalam garis keseimbangan. Simaklah larangan puyang yang tidak boleh membuang sampah di sungai, artinya jikalau membuang sampah tentu akan menciptakan sungai tercemar.
Poin lima, pesan puyang melarang orang mengambil kayu bakar yang hanyut di sungai. Jika direnungi lebih lanjut, larangan ini tidak hanya melarang orang mengambil kayu bakar tetapi bahwasanya juga tidak boleh menebang pohon di tepi sungai. Karena biasanya pohon yang hanyut di sungai yakni pohon yang diambil di tepi sungai, atau yang dihanyutkan melalui sungai. Saat ini, kita lihat betapa banyak orang-orang mengangkut gelondongan kayu yang tidak sah (illegal logging) di sungai. Jadi, tidak hanya kayu bakar tetapi kayu-kayu besar sudah dijarah oleh orang-orang yang serakah. Akibatnya peristiwa banjir menjadi langganan tahunan bagi masyarakat kawasan ini.
Poin tujuh, puyang melarang seseorang menghanyutkan kulit rebung yang bermiang (bulu-bulu halus yang melekat di kulit rebung dan akan mengakibatkan gatal-gatal jikalau terkena kulit manusia) di sungai. Maksudnya, kulit rebung yang mengandung miang jikalau dihanyutkan akan menciptakan miangnya hanyut dan jikalau ada orang yang mandi maka dia akan terkena miang yang sanggup mengakibatkan tubuhnya menjadi gatal. Selanjutnya, pada poin tiga, melarang orang membuang kotorannya di atas kayu. Takutnya jikalau ada orang lewat di bawahnya tentu akan menciptakan celaka juga. Jika dipahami lebih luas, poin tujuh yakni larangan puyang biar tidak berbuat yang sanggup menimbulkan orang lain celaka.
Poin dua, dan poin empat merupakan kiasan perbuatan yang sanggup mencelakakan diri sendiri. Cobalah pikirkan, jikalau seseorang mandi pakai baju dan celana, tentu mandinya tidak sanggup terlalu higienis dan jikalau tiba-tiba hanyut, tentu celana dan baju akan menjadi berat jikalau dibawa berenang. Begitu juga dengan mengambil kayu bakar yang tergantung, salah-salah akan menimpa dirinya.
Poin enam dihentikan berteriak di sungai dan di hutan. Umumnya masyarakat di uluan Sumatra Selatan melarang berteriak di sungai dan di dalam hutan. Sebab, berteriak di dalam hutan akan mengganggu ketenangan hewan-hewan, dan bahkan bisa mengejutkan binatang buas. Jika binatang buas terkejut tentu saja akan mendatangkan celaka bagi diri sendiri.
Larangan-larangan puyang di atas sebagian besar bersumber dari dongeng Puyang Kemiri itu sendiri, misalnya, perihal larangan mengambil kayu bakar yang hanyut, ini ada kaitannya dengan Puyang Seniang Nago yang menyamar menjadi sebatang kayu yang rebah di tepian. Begitu juga dengan perilaku hati mendua, dan iri hati di dalam dusun. Hal ini ada kaitannya dengan dongeng Puyang Serunting Sakti yang tidak nrimo menjalankan kiprah yang sudah disepakati dan diperintahkan oleh Imam Rajo Besak.
Pesan-pesan kearifan lokal menyerupai ini, jikalau dilihat secara substansi merupakan nilai-nilai yang universal dan bersumber dari adat. Tetapi seringkali, nilai-nilai yang berlaku secara adat, ketika ini dianggap tidak masuk nalar dan berbau kemenyan. Padahal, kearifan lokal menyerupai ini oleh masyarakat moral sangat dipatuhi. Karena mereka sangat yakin, apabila tidak dipatuhi akan mendatangkan balak (mala petaka). Dimana-mana seperti mata puyang selalu mengawasi mereka. Hal ini sangat masuk akal. Saya kira, siapa pun yang melanggar ketentuan Puyang Kemiri akan tidak selamat dan tidak tepat hidupnya. Bagaimana hidupnya mau selamat jikalau mendua hati (berhianat), pencuri, dan tidak jujur.
Dari sisi budaya, legenda Puyang Kemiri merupakan modal sosial budaya yang perlu dijaga. Sejatinyalah, legenda Puyang Kemiri merupakan sumber aturan moral yang mempunyai nilai-nilai universal, menjunjung persatuan, menjunjung rasa hormat terhadap diri sendiri, rasa hormat terhadap orang lain dan terhadap lingkungan alam lainnya.
Selanjutnya kiprah para agamawan dan budayawan menyambungkan substansi nilai-nilai tersebut dengan ajaran-ajaran agama Islam yang juga mempunyai nilai-nilai yang sama, dan kemudian menyambungkannya dengan nilai-nilai yang berkembang dalam masa ketika ini. Sehingga nilai moral sanggup bersinergi dengan nilai agama dan nilai kebudayaan yang telah mengamali kegayauan (kegamangan).
Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang - Asal-Usul Lintang Empat lawang Yang katanya Menurut Dokumen
Sudah tak terbilang jumlahnya yang menulis/menerbitkan Sejarah Empat Lawang, namun dari tulisan pertama dengan yang lainnya tidak ada yang sama ,semuanya berbeda, oleh sebab itu , timbullah pertanyaan pertanyaan ; mana yang benar? Mana yang akurat ? …………………
Untuk mencari Jawaban pertanyaan di atas, maka saya berusaha mencari dan menggali kembali informasi sejarah Empat Lawang dari sumber yang mempunyai dokumen, atau setidak tidaknya sumber yang mempunyai kedekatan dengan kebenaran sejarah,, bukan dari dongengan atau mengikuti kejadian alam. yang memang telah tercipta oleh yang kuasa yang dikaitkan dengan sejarah.
Alhamdulillah,apa yang saya cari, saya temukan satu dokumen yang telah lapuk dimakan usia ditambah dengan informasi / dongeng yang turun temurun dari alur keturunan pangeran yang ada di kawasan Empat Lawang .yaitu seorang cucu pangeran ke 12 dari pangeran yang ada di kawasan Empat Lawang semenjak adanya kekuasaan di kawasan Empat Lawang ( berdirinya kerajaan Sriwijaya ) ..
Untuk itulah Kepada pihak yang menawarkan dokumen dan keterangan saya ucapkan terimah kasih, balasannya semoga goresan pena ini dapat mendekati kebenaran dan semoga sanggup di baca dan dipahami oleh generasi mendatang. Karena Bangsa yang besar yakni bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah..
Dokumen :Berupa salinan sejarah yang disalin oleh Pangeran H.ABU BAKAR BIN H.YENLahir pada tahun 1854 meninggal tahun 1980 Pangeran ke 12 yang berkuasa di kawasan Lawang setelah adanya pangeran pangeran ( Berdirinya Kerajaan Sriwijaya di sekitar Palembang ).
Penjelasan Istilah / KataLintang Empat Lawang ( 4 Lawang ), terdiri dari dua kata Lintang dan Empat Lawang (kata Majmuk ). Lintang berasal dari kata lantang yang mempunyai arti meurut sejarah yakni Tegas, Kuat, Berani dan Sakti. Ke Lantangan ini dipunyai oleh penjaga penjaga Lawang yang terdiri dari Empat Lawang. dari seluruh kawasan Lintang. Sedangkan Lawang mempunyai arti pintu. Jadi, Empat Lawang berarati Empat pintu. Empat Lawang1. Lawang satu ( 1 ) Pada tahun 711 tiba dari daratan Saudi Arabia 6 orang laki dan 1 orang wanita yang berasal dari kawasan India ke kawasan sekitar desa Tanjung Raya sekarang, mereka tinggal disana dan mendirikan pemukiman di pinggiran sungan musi dan air Lintang (sekarang). Lama kelamaan dengan bertambahnya penduduk baik yang tiba dari daratan Asia maupun dari wilayah Indonesia sendiri, mereka memerlukan yang mengatur dan yang memimpin kawasan disana terutama terhadap bahaya keamanan dari luar daerah.Maka, pada tahun 1716 mereka mendirikan wilayah Lawang 1 dengan penjaga lawang (batu belawang hilir Desa Tanjung Raya ) “MUHAMMAD ABDULLAH “dengan julukan “JANTAN MATA API” (Kesaktiannya, bila murka dari matanya keluar percikan api ) dengan Pimpinan Daerah “UGAU SAKTI “. Lama kelamaan daerah yang masuk kewilayah pimpinan Ugau Sakti Makin luas, dan dengan demikian penjagaan pintu masuk ( sungai Musi arah hilir ) di pindahkan ke PANGKALAN BUKIT TINGGI ( kawasan Tebing Tinggi kini ) yang dijaga oleh seorang laki laki “ KELUANG SAKTI “ dan seorang wanita berjulukan “ JENENG SELENDANG MERAH “
Pada tahun 1012 pertahanan ‘PANGKALAN BUKIT TINGGI “ di sebut “ PERTAHANAN BUKIT TIMBUN TULANG “ dikatakan demikian, bila ada yang mau masuk ke kawasan kekuasaan Ugau Sakti, mereka mewaspadai maksud dan tujuannya akan tamatlah riwayatnya yang mengakibatkan bertimbinnya tulang tulang.Pada tahun 1514 PERTAHANAN BUKIT TIMBUN TULANG diberi gelar “ KEJATAN BUKIT TINGGI “ dan pada tahun 1802 menjadi “ KEJATAN MUSI ILIR TEBING TINGGI “. LAWANG DUA ( 2 ) Untuk menjaga pintu masuknya ke wilayah kawasan yang dipimpin UGAU SAKTI dengan menyebanya pemukiman yang mendiami aliran sungai Lintang, dibutuhkan penjagaan yang hendak masuk dari hulu sungai lintang, maka dibuatlah pertahanan ( pos ) yang di sebut Lawang Dua ( 2 ), yang terletak di derah Desa Sawah sekarang, berjulukan “ BUKIT CAMPANG BELAWANG “ yang di jaga oleh “ SULAIMAN “ dengan panggilan MACAN KUMBANG “ dan dijuluki dengan julukan “ BUJANG TELUNJUK EMAS “ dan ahirnya menjadi Pimpinan kawasan disana dengan gelar Raja “ GIMPALAN SAKTI “ ( menciptakan senjata cukup diurut dengan telunjuk dan ibu jari ( masih tersisa peninggalannya “ GIMPALAN SAWAH “ Lawang Tiga ( 3 ). Pimpinan Lawang 1 ( Ugau Sakti ) dan Pemimpin Lawang 2 ( Gimpalan Sakti ) berrembuk bagaiman untuk menjaga kawasan Lintang dari arus sungai Musi sebelah hulu, ahirnya mereka menetapkan untuk mendirikan pos penjagaan. Maka didirikan lah pos penjagaan /pertahanan di bukit “ TUMBAK RAJANG “ kini disebut bukit RAFLESIA dengan penjaga Lawangnya berjulukan “ BETOK WAJEDI “ dengan panggilan “ JAGO GORENG “ alias TOKEK. Sedangkan pimpinan wilayah “ RADEN RAMBUT SELAKA “ adik kandung dari Gimpalan Sakti pimpinan Lawang 2 .Diantara pemimpin Lawang 3 ini ada yang berjulukan “ RIU BAJAU “.terletak di kawasan Lubuk Puding sekarang.Lawang Empat ( 4 ). Arus sungai Musi sebelah hilir dan sebelah hulu sungai serta arus sungai yang kini berjulukan air Lintang sudah ada pos penjagaan / pertahanan, tinggal yang masih kosong arus sungai yang kini berjulukan air Lintang Kiri. Untuk itu, maka dibuatlah pos pertahanan 4 ( Lawang 4 ) di bukit SIAGA TIDUR dengan penjaga pos pertahanan berjulukan “ LIDAH API “ sedangkan sentra pertahanan berada di kawasan Muara Danau kini dengan pimpinan berjulukan SUIB AKBAK dengan gelar “ JALAK JAMBUL “. Di Lawang 4 ini, juga ada diantara pimpinannya berjulukan “ TAPAK SAKTI”. Demikian sejarah ringkas kawasan Lintang 4 Lawang sebelum berdirinya kerajaan Sriwijaya. Perlu kita ketahui bahwa pada zaman dahulu transportasi ada di sungai sungai, dengan menggunakan alat transportasi Lanting, Rakit atau Jung.Di kawasan Lintang 4 Lawang kini ada 2 sungai besar waktu itu mereka namai dengan sungai Lintang Kiri dan Lintang Kanan.
Dari 2 Perbedaan Cerita di atas belum diketahui niscaya yang mana yang benar, yang niscaya hanya tuhan lah yang tahu persis kebenarannya :
Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang - Puyang kedum - Cerita dari kepuyangan gunung meraksa
Zuriat Kepuyangan KEDUMSILSILAH : Keturunan/Zuriat Kepuyangan dari dusun Gunung Meraksa dan sekitarnya.Mulai berasal dari :PUYANG KEDUMBeliau ini, siapa nama aslinya dan darimana asal kedatangannya, tidak diketahui dengan pasti, alasannya tidak ada gejala bukti yang tertulis. Hanya lazim berdasarkan cerita-cerita yang disambut dari lisan ke lisan oleh anak cucu dia turun temurun.
Cerita-cerita itu yakni dugaan-dugaan saja, menyerupai :
a. Ada yang menerka datangnya dari bahagian mula-mula asal tersebarnya Agama Islam, yaitu dari Demak, Jawa Timur alasannya dari sinilah terkembangnya Agama Islam keseluruh pelosok Nusantara ini. Masa itu, Demak dikuasai oleh Raden Fattah, Penganjur dan Penyebar Agama Islam disamping menjadi Raja.
b. Ada yang menerka kedatangan dia ini dari bahagian Tanah Arab.
c. Ada pula dugaan datangnya dari Gujarat, Hindia Muka. Dugaan ini berdasarkan saya, ada kemiripan kebenarannya, alasannya berdasarkan sepanjang sejarah, dari Gujarat inilah disebar Muballigh-muballigh Islam keseluruh jazirah Asia Tenggara dan dia ini yakni seorang diantara beberapa banyak muballigh itu, ternyata pula dengan barang-barang yang dibawa beliau, berupa :
1. - Sebuah Kitab Suci Al-Quran ukuran besar, berkulit hitam, bertulisan tangan. Karena kulitnya hitam, disebut anak cucu dia Qur-an Kumbang.- Sebuah pula yang kecil.2. Sebatang tongkat dari besi.3. Selembar baju Jubah pakaian beliau, dasar merek ada bertuliskan Dua Kalimat Sjahadat.4. Satu badong (kepala ikat pinggang) dengan goresan pena abjad Arab : “ISKANDER ZULKARNAIN”.5. Sebuah nampan dan sebuah bokor dari kuningan, dikira untuk tempat nasi dan air.6. Satu selendang dari kain kuning, tanda kebesaran (pemerintah) lagi zaman dulu, atau sebagai tanda menjadi Wazir.7. Satu Cap/Stempel dari tembaga/perunggu dengan kata-kata : “SULTHON IBNU SULTHON ISKANDER ZULKARNAIN SIMAHARJA DIRAJA SJAH ALAM”.8. Satu lembar surat/piagam dengan goresan pena Arab, menyerupai berupa Azimat dan dipinggirnya ada noot berbunyi : ALHAMDULILLAHI SULTHON IBNU SULTHON ISKANDER ZULKARNAIN. INILAH KESARAN DAULAT YANG SETIA DENGAN TUANKU HUJUNG LAJU KEPADA ANAK CUCUNG HAMBA DAN JANGANLAH DISIA-SIAKAN ADANYA DAN (tidak terbaca) … tamat.Berdasarkan barang-barang ini serta Sulthon Iskander Zulkarnain masa dulu memang pernah menguasai Hindia (India) seluruhnya, mantaplah rasanya kedatangan dia ini dari Gujarat tersebut.
Dari barang-barang bawaan Puyang Kedum ini, diantaranya sudah ada yang rusak dan hilang, maka yang ketinggalan lagi hingga kini masih ada tersimpan oleh anak tertua dari zuriatnya (Jurai Tuo), yaitu kini Sdr. HAJI MUGHNI bin HAJI ABDUL MUROD, Penghulu marga Kejatan Mandi Lintang dusun Gunung Meraksa Lama. Yaitu barang-barang :1. a. Kitab Suci Al Alquran ukuran besar (Qur-an Kumbang). b. Kitab Suci Al Alquran ukuran kecil.2. Nampan dan bokor dari kuningan.3. Tongkat besi, kini digunakan untuk tongkat Khatib membaca Khotbah tiap-tiap hari Jum’at atau Hari-hari Raya Islam.4. Surat atau Piagam yang bertulis abjad Arab berupa Azimat.Yang lain-lain sudah rusak dan hilang.Puyang Kedum ini, beristri orang dari dusun Talang Padang, kawasan pesisir Bengkulu, dan hanya ada anak seorang, nama :PUYANG KEDUM MUDAPuyang Kedum Muda ini, nama aslinya tidak juga diketahui, juga tida banyak dongeng perihal beliau. Anaknya Puyang ini, juga hanya seorang, nama :PUYANG KEDUM JENAT (JUNET)Puyang Kedum Jenat ini, sebagaimana orang tuanya juga, hanya ada anak seorang berjulukan :ZAINUDDINLazim disebut dengan panggilan “PUJANG DEPATI”. Beliau inilah yang mula-mula menjadi Kepala Dusun berkedudukan di dusun Pandan Dalam. Kepala Dusun atau Gindo, masa itu bergelar Depati, maka itulah sebabnya dipanggil Puyang Depati. Waktu itu di dusun Pandan Dalam masuk wilayah marga Kejatan Mandi di Musi, dengan Pasirahnya di dusun Tanjung Raya.Puyang Depati mendapat 3 orang anak, yaitu :1. Perempuan nama BARIA2. Perempuan nama MAHERA3. MUHAMMAD ALI HANFIAHAnak-anak dia ini, mula-mula yang berkembang biak, yaitu :1. Perempuan BARIA, yakni dukun besar dan zuriatnya yang terbanyak di dusun Tanjung Dalam.2. Perempuan MAHERA, bersuami dan tinggal menetap menjadi kepuyangan orang kawasan Kikim. Zuriatnya terdapat di dusun Saung Naga, Jajaran, bahkan di seluruh kawasan Kikim.3. MUHAMMAD ALI HANAFIAHBeliau menggantikan orang tuanya sebagai Gindo/Kepala Dusun Pandan Dalam, dan karena kebijaksanaan ia memerintah serta patuh pada atasan, yaitu Pangeran Tanjung Raya yang pada masa itu sebagai Kepala Marga Kejatan Mandi Musi yakni PANGERAN RAISINA gelar PANGERAN KOTONG, maka Puyang Muhammad Ali Hanafiah ini diangkat oleh Pangeran Raisin sebagai Pembarap dari marga Kejatan Mandi Musi.
Di belakang hari Pembarap Muhammad Ali Hanafiah ini, besar pula jasanya terhadap Sunan Palembang (tidak dinyatakan Sunan Mana yang memerintah masa itu, tetapi boleh jadi Sunan Akhmad Najamuddin I, alasannya beliaulah yang mula-mula dipanggil dengan nama Sunan sedang sebelum dan sesudahnya masih nama Sulthan kecuali Sunan yang penghabisan (Sultan Makhmud Badaruddin II) kira-kira diantara tahun 1753-1778)
Atas jasanya ini, oleh Sunan, Pembarap Muhammad Ali Hanafiah dianugerahi :a. Gelar “PANGERAN ADU PATI” berarti pembalas jasa.b. Marga Kejatan Mandi Musi dipecah dua, sebahagian sebelah Air Musi masih tetap dikuasai oleh Pangeran Kotong Tanjung Raya dan sebahagian sedari Muara Air Lintang ke hulu, dikuasakan kepada Pangerang Adu Pati untuk memerintahinya. Tanjung Raya dinamakan marga Kejatan Mandi Musi dan Pandan Dalam dinamakan marga Kejatan Mandi Lintang.Tidak usang setelah ini, dusun Pandan Dalam oleh Pangeran Adu Pati dipindahkan ke antara muara Air Lintang Kanan dan Air Bajau dan diberi nama MUARA BAJAU.Pangeran Adu Pati ada 16 orang anak dari 6 orang isterinya, yaitu :A. Anak isteri pertama orang dari dusun Muara Semah :1. PERENTA2. ZAINUDDIN3. NAROJAB. Anak isteri kedua orang dusun Batu Cawang :4. KAMARUDDIN5. JEMODIN6. JEMBAWANC. Anak isteri ketiga orang dusun Landur :7. JAMALUDDIN8. BANGSAWAN9. SAWALUDDIN10. SETIAWAND. Anak isteri keempat orang dari dusun Lubuk Puding :11. LEMBANG (mati bujang)12. MASTINIE. Anak isteri kelima orang dari dusun Manggilan :13. SEDA14. TENGGENAF. Anak isteri keenam orang dari dusun Manggilan juga :15. ALI16. ….. (mati kecil)Keturunan ZAINUDDINZainuddin menggantikan orang tuanya sebagai Pasirah marga Kejatan Mandi Lintang dengan gelar “PANGERAN AJI”. Beliau memerintah dalam masa Sulthon Mahmud Baha’uddin hingga turunan kepada anak Sulthon itu Sunan Mahmud Badaruddin II, dan pada tahun 1814 Palembang mulai diserang dan akan direbut Belanda, maka Sunan minta pertolongan dari Pangeran Aji untuk mempertahankan kota Palembang. Beliau tiba membantu dan duduk memerintah di Palembang kota seberang ulu.Berhubung berdasarkan firasat dia bahwa Palembang tidak sanggup dipertahankan alasannya ada perpecahan di antara Pejabat2 Kesultanan, apalagi persediaan obat bedil (mesiu) sudah habis. Maka sebelum Palembang kalah dia minta izin dari Sunan, akan kembali ke Uluan, terutama akan pergi ke bukit Kabah, guna mencari (membuat) mesiu disana, dan berdasarkan kenyataan, memang belum usang kota Palembang ditinggalkannya, Palembang sanggup direbut oleh kekuasaan Belanda, yaitu pada hari Ahad tanggal 22 Remodhon 1236 H, atau tanggal 1 Juli tahun 1821 M.Puyang Pangeran Aji pulang ke dusun MUARA BAYAU, dan terus memerintah sebagai Pasirah hingga tahun 1845. Masa inilah dusun Muara Bayau dipindahkan pula ke dusun Gunung Meraksa Lama sekarang.Beliau ada anak 11 orang dari 5 orang isteri, yaitu :a. Isteri pertama dari dusun Muara Danau, anaknya :1. ABUBAKAR (BAKAR)2. USMAN (SEMAN)3. NERODDIN4. NABIMA5. ALIMAb. Isteri kedua dari dusun ….., anaknya :6. NASUT7. MENJIDINc. Isteri ketiga dari dusun Tanjung Dalam, anaknya :8. MUKMINd. Isteri keempat dari Palembang (tidak ada anak)e. Isteri kelima dari dusun Lambung Ijuk Rejang, kawin pada masa pergi ke bukit Kabah cari mesiu, anaknya :9. JAIPA10. SAIPA11. SERIMAKeturunan NERODDINDalam tahun 1845 yaitu setelah 24 tahun Belanda menduduki Palembang, serdadu-serdadu Belanda dengan dikepalai oleh Kapten De Brauw dan Assistant Resident Van de Bosch, pulang kampung ke Uluan Palembang, guna memerangi daerah-daerah yang masih melawan menyerupai dari kawasan Musi Ulu, Lintang dan lain-lain. Terjadi peperangan di lembak dusun Gunung Meraksa Lama. Dalam peperangan ini semua serdadu Belanda habis tewas, hanya tinggal lagi 2 orang Belanda tersebut, tiba pada Pangeran Aji minta perlindungan. Karena merasa kasihan, oleh Pangeran Aji, disuruhnya anaknya Neroddin, yang telah beberapa tahun menjabat Pasirah selama ditinggalkan Pangeran Aji ke Palembang dan bergelar PANGERAN MUDA, untuk mengantarkan 2 orang komandan Belanda tersebut pulang ke Tebing Tinggi dengan rakit.Oleh Belanda, Pangeran Muda ditetapkan menjadi Pasirah marga Kejatan Mandi Lintang berkedudukan di dusun Gunung Meraksa Lama dengan gelar dari Belanda : “PANGERAN NATA YUDA”. Maka tetaplah dia memerintah hingga tahun 1872.Beliau ini ada anak 16 orang dari 8 orang isteri, yaitu :a. Anak isteri pertama dari dusun Muara Danau :I. Hajjah RaipahII. AhmadIII. MengkamatIV. MalehaV. Alisb. Anak isteri kedua dari dusun Karang Are :VI. Haji Abdul Azis (Ajis)c. Anak isteri ketiga dari Muara Pinang :VII. Haji AbibVIII. Haji JainudinIX. Haji Abdul Rahman Dungd. Anak isteri keempat dari Gunung Meraksa Lama :X. RahayuXI. Haji Seture. Anak isteri kelima dari Muara Lintang :XII. Haji KorisXIII. Hajjah Jeningf. Anak isteri keenam dari dusun Muara Karang :XIV. Haji Abdul Manafg. Anak isteri ketujuh dari dusun Landur :XV. Bedullahh. Anak isteri kedelapan dari dusun Manggilan :XVI. Satip( Disalin / diketik ulang oleh Adinda Marliana Mahida / Ida Uki di Komperta Plaju, dari NASKAH ASLI Zuriat Kepuyangan Kedum yang dibentuk oleh Pamanda / Wak Cek Aziz )
CERITA PUYANG SUMATERA SELATANOleh : Linny Oktovianny
KHASANAH kesusastraan kawasan di Indonesia tersebar dari Sabang hingga Merauke. Kesusastraan tersebut lahir dari banyak sekali etnis, suku bangsa, yang berbeda gagasan, nilai, norma, dan aturan. Hal itu mencerminkan kekayaan khasanah kesusastraan kawasan di Indonesia yang bermacam-macam baik bentuk maupun isi.
Sumatera Selatan merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang mempunyai bermacam-macam kekayaan tradisi lisan. Tradisi lisan tersebut meliputi segala hal yang bekerjasama dengan sastra, sejarah, biografi, dan banyak sekali pengetahuan serta jenis kesenian disampaikan dari lisan ke mulut.
Tradisi lisan Sumatera Selatan sangat luas bagaikan hutan belantara yang masih memerlukan sentuhan intelektual untuk menggali sumber-sumber atau potensi fakta dan budaya yang masih tersembunyi. Potensi dan fakta tersebut berdasarkan Edy Sedyawati, paling tidak meliputi: (1) sistem genealogi; (2) kosmologi dan kosmogoni; (3) sejarah; (4) filsafat, etika, dan moral; (5) sistem pengetahuan (local knowledge), dan kaidah kebahasaan dan kesastraan.
Salah satu bentuk tradisi lisan yakni sastra lisan. Menurut Shipley, sastra lisan yakni jenis atau kelas sastra tertentu yang dituturkan dari lisan ke mulut, tersebar secara lisan, anonim, dan menggambarkan kehidupan masa lampau. Sastra lisan meliputi bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, dongeng prosa rakyat, dan nyanyian rakyat. Cerita prosa rakyat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: mite, legenda, dan dongeng.
Cerita prosa rakyat Sumatera Selatan yang maih tetap bertahan dan dikenal masyarakat yakni dongeng mengenaiPuyang-puyang. Cerita Puyang hampir terdapat di banyak sekali kawasan di Sumatera Selatan. Cerita Puyang ini menjadi suatu dongeng yang unik karena hanya sanggup ditemukan di wilayah Sumatera Selatan_namun perlu dilakukan kajian dan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini_. Daerah lain di Indonesia juga ada dongeng prosa rakyat yang mempunyai tokoh sakti atau tokoh hebatan atau wira atau hero dengan nama yang berbeda-beda.
Cerita Puyang biasanya ilahi atau hero kebudayaan ketika dunia belum menyerupai kini ini. Cerita Puyang hadir dan berakar pada kwalitas pemiliknya yang sekaligus sangat mempercayainya dan mengagung-agungkannya. Cerita Puyang merupakan produk budaya yang disampaikan secara terus-menerus dan bebuyutan melalui pewarisan lisan. Terkadang disertai bukti-bukti sejarah, menyerupai benda-benda dan temapat-tempat keramat (makam atau tapak tilas) yang mendukung keberadaanPuyang-puyang.
Puyang diyakini oleh masyarakat Sumatera Selatan sebagai tokoh sakti yang merupakan sosok nenek moyang (keturunan) etnik tertentu di Sumatera Selatan. CeritaPuyang umumnya menampilkan tokoh dengan penampilan luar biasa. Keluarbiasaan biasanya ditandai dengan banyak sekali sifat yang tidak dimiliki oleh insan biasa, di antaranya berupa tampilan sebagai insan dengan sifat-sifat yang diidam-idamkan, yang mengherankan, atau yang menakutkan. Penampilan gambaran menyerupai itu sangat tergantung pada selera dan konteks masyarakat tempat lahirnyaPuyang-puyang tersebut.
Di Besemah kita begitu mengenal sosok Atong Bungsu, yang diyakini sebagai tokoh yang dimitoskan oleh masyarakat setempat sebagai tokoh sakti pembawa pembaharuan. Ada pula Si Pahit Lidah yang diyakini masyarakat di beberapa kawasan di Sumatera Selatan juga sebagai tokoh yang dimitoskan. Kisah hidup Si Pahit Lidah begitu terkenal di kalangan masyarakat Sumatera Selatan.Cerita Puyang Sumatera Selatan yang pernah diinventaris dan diteliti, antara lain:(1) Puyang Belulus (Besemah)(2) Puyang Tungkuk (Besemah)(3) Puyang Kerbau Menyeberang (Besemah)(4) Puyang Siak Mandi Api (Besemah)(5) Puyang Tanjung (Besemah)(6) Puyang Bege (Besemah)(7) Puyang Depati Konedah (Musi)(8) Puyang Ronan (Musi)(9) Puyang Remanjang Sakti (Enim)(10) Puyang Gadis (Lematang)(11) Tuan Puyang Ndikat (Lematang)(12) Puyang Rakian Sakti dengan Ratu Acih (Aji)
Cerita Puyang biasanya mempunyai ciri-ciri tertentu dan merupakan sosok yang sangat mahir dan superior. Tokoh tersebut seperti selalu tahu apa yang terjadi dan akan terjadi. Ia yakni sosok yang hampir tidak pernah kalah dalam segi apapun (mengalahkan dirinya dan orang lain). Kesaktian dan keajaiban yang dimilikinya sangat disegani oleh pengikutnya maupun musuh-musuhnya. Umumnya cerita Puyang-puyang tersebut senantiasa membawa pertolongan demi evakuasi orang-orang yang berhati baik dan mempunyai kebenaran dari orang-orang jahat yang menganiaya atau menzaliminya.Puyang merupakan orang sakti atau orng suci dan bahkan kadang kala bagi sebagian pewaris aktifnya dianggap sebagai Dewa. Selain itu, Puyang adalah sosok yang baik hati bukan hanya kepada insan tetapi makhluk lain, menyerupai binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Puyang dapat pula berlaku sebaliknya kepada orang-orang jahat dan berkelakuan buruk. Dengan kesaktiannya yang luar biasa Puyang-puyang tersebut sanggup menumpahkan kemarahannya dengan eksekusi yang berat, bahkan mengutuknya. Nama Puyang-puyang biasanya sangat dekat dan dikenal luas di tengah masyarakat hingga kini.
Itulah Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang Yang di sanggup dari banyak sekali sumber. SEMOGA BERMANFAAT DAN MENAMBAH WAWASAN :)
Tag : Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang,Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang. Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang ,Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang,Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang, Cerita Yang meliputi semua Tentang Lintang Empat Lawang
0 Response to "Cerita Yang Meliputi Semua Wacana Lintang Empat Lawang"
Post a Comment